Ini Alasan Pertamina Tentang Kelangkaan BBM

Ambon, Malukupost.com – Sales Manager Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Maluku-Maluku Utara, Wira Pratama mengaku, salah satu penyebab terjadinya kelangkaan BBM di Maluku adalah terhambatnya jalur transportasi darat. Hal ini akibat sejumlah jembatan penghubung di lintasan jalan Kota Masohi (Malteng) ke Waipirit (SBB) mengalami kerusakan akibat gempa dalam beberapa waktu terakhir. Alhasil, jalur kawasan Taniwel di utara Pulau Seramb menjadi lintasan distribusi alternatif agar penyuplaian minyak tetap berjalan. 
“Durasi waktu distribusi SPBU reguler jenis BBM ke lembaga penyalur melalui jalur darat selama 3-4 jam. Namun, akibat Jembatan ambruk maka jalur utara Pulau Seram melintasi kawasan Taniwel menjadi lintasan distribusi alternatif. Durasi waktu pun bertambah. Bila semula jarak tempuh hanya memakan waktu 3-4 jam, kali ini menjadi 12-14 jam. Efeknya adalah suplainya lebih cepat habis. Dan ketika mobil tangki tiba di SPBU, antrean angkutan telah terjejer memanjang di badan jalan hingga ke area SPBU,” katanya kepada wartawan di Ambon, Rabu (20/11).
Meski begitu, kata Wira, distribusi penyuplaian tetap berjalan meskipun jarak tempuh yang jauh masih menjadi hambatan. Dalam beberapa hari terakhir, pihaknya telah melakukan pembinaan ke lembaga penyalur. Pembinaan ini lebih fokus ke kinerja. Bila kinerjanya belum maksimal maka suplai minyak akan dihentikan sementara. Penyaluran akan dialihkan ke lembaga penyalur terdekat. Penyaluran minyak akan kembali disalur, bila kinerja penyalur terkait dinilai telah sesuai prosedur. 
“Tahapan ini kami lakukan karena konsumen memiliki hak untuk mendapatkan minyak dari lembaga penyalur. Ada BBM yang didistribusikan, ternyata tidak sampai ke konsumen. Hanya sampai ke pengecer dan sebagainya. Hal ini tidak dibenarkan,” katanya. 
Menurut dia, mengenai distribusi BBM di Maluku, pihaknya menggunakan moda transportasi darat dan laut karena cukup kompleks pendistribusiannya. Penyuplaian diawali dari mobil tangki ke kapal, kapal kembali ke mobil tangki hingga berlanjut ke lembaga penyalur sebelum sampai ke konsumen atau SPBU setempat. Skema ini dirasa cukup berat sebab jalurnya mencakup daerah kepulauan. 
“Jadi, ada 77 lembaga penyalur di Maluku. Rinciannya 21 SPBU reguler, 46 SPBU Kompak, 6 SPBU Mini dan 4 SPBU Nelayan. Untuk wilayah Maluku ada beberapa terminal BBM antara lain Wayame, Masohi, Bula, Namlea, Dobo, Tual dan Saumlaki. Dari daerah inilah minyak disuplai ke 77 lembaga penyalur,” ujar Wira.
Mengenai hal ini, Sekretaris Komisi II DPRD Maluku, Wahid Laitupa menyimpulkan, pengelolaan minyak sangat sarat dengan  kepentingan para elit Maluku. Fungsi pengawasan Pertamina pun sebaiknya lebih diperketat. Sebab, pengawasan itu telah diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1975 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina.  
“Lantas rumusan anda terhadap kuota minyak Maluku yang rendah bagaimana. Itu dari aspek tugas pokok. Rasio yang dipakai unutk Maluku apa? Perbandingannya dengan apa?” katanya di Ambon.
Politisi asal PAN ini juga menanyakan mengenai sistem pengelolaan, perumusan dan dampak dari kedudukan, tugas pokok dan fungsi Pertamina.
“Lalu aspek pengelolaan. Bagaimana anda tidak merumuskan dan dampak dari pengelolaan? Salah satu aspek pelaksanaannya adalah bagaimana cara Pertamina mendukung kebijakan pemmerintah dalam proses pembangunan. Lantas Pertima tahu tidak tentang rencana tata kota Maluku? Bila tahu, maka penempatan SPBU pasti tepat sasaran. Hiraukan kepentingan lain,” ujar Laitupa. (MP-9)

Pos terkait