DPRD Nilai Kebijakan Pusat Rugikan Maluku

Komisi B DPRD Maluku melalui ketua komisi Everd Herman Karmite menilai, kebijakan moratorium yang diterapkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, merugikan nelayan Maluku. Tiap bulan, pihak Susi mengambil ikan di perairan Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru Maluku. Namun, bisnis itu tidak mempunyai dampak manfaat terhadap masyarakat dan pemerintah. Kebijakan ini berbeda, sebelum moratorium uji mutu diterapkan di daerah.

Ambon, Malukupost.com – Ketua Komisi B DPRD Maluku Everd Herman Karmite menilai, kebijakan moratorium yang diterapkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, merugikan nelayan Maluku. Tiap bulan, pihak Susi mengambil ikan di perairan Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru Maluku. Namun, bisnis itu tidak mempunyai dampak manfaat terhadap masyarakat dan pemerintah. Kebijakan ini berbeda, sebelum moratorium uji mutu diterapkan di daerah.

“Ia, kok hasil laut kita di Ambil begitu saja. Lalu Maluku dapat apa sejauh ini,” Kata Everd kepada wartawan di Ambon, Kamis (5/9).
Menurut dia, hasil laut Maluku sejauh ini hanya menguntungkan daerah lain. Maka, ketika  Gubernur Maluku Murad Ismail ingin melakukan moratorium izin pusat terhadap seribu kapal lebih yang saat ini sedang beroperasi didukung DPRD Maluku. Penetapan pemerintah perihal ketentuan 12 mil batas Wilayah. Selebihnya menjadi milik negara yang dikelolah pusat. Ini menjadi kendala. Dimana Pemerintah pusat sudah memanfaatkan potensi laut Maluku, tanpa ada dampak yang signifikan kepada daerah. 
“Ini problem karena potensi laut kita tidak hanya 12 mil,” ujar Everd.
Persoalan ini, lanjut dia, perlu dibahas dalam rapat paripurna di DPRD Maluku. Hasilnya akan disampaikan ke pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan.
“Tujuannya, agar daerah bisa mendapatkan hak selaku milik sumber daya alam,” lanjut Everd..
Sementara, anggota Komisi B lainnya Lutfi Sanaky menegaskan, kebijakan Gubernur sudah sangat tepat. Pemerintah daerah harus mendata keluhan masyarakat untuk dijadikan referensi saat bertemu kementerian. 
“Untuk melawan kementerian, keluhan masyarakat Maluku didengar. Maka perlu dilakukan Sasi  laut disetiap Kabupaten/Kota,” tegas.
Sasi tersebut, jelas Sanaky, perlu diberlakukan kepada seluruh kapal penangkap ikan yang diberikan izin kementerian. Nantinya, kapal ini harus menyetor uang saat singgah di pelabuhan setempat membeli minyak, air atau keperluan lainnya sebagai sangsi adat. Sasi merupakan  satu-satunya terobosan merespon aturan kementerian.
“Pemerintah 11 Kabupaten/Kota se-Maluku harus membuat sasi laut sesuai 12 Mil batas wilayah yang diberikan terapkan pemerintah pusat, agar kementerian tidak menganggap remeh. Penerapan aturan ini agar mereka menghitung kita,” tegas Lutfi. (MP-9)

Pos terkait