Ambon, Malukupost.com – Anak Bupati Kabupaten Buru Gadis Siti Nadia Umasugi yang saat ini menjabat anggota DPRD Maluku, sama sekali tidak menyampaikan tanggapan alias diam saat bertemu dengan puluhan pendemo di Ruang Komisi A, Selasa (24/9). Mendapat mandat dari mayoritas masyarakat Buru, Gadis malah tidak mampu menunjukkan kemampuannya didepan para demonstran saat dirinya bersama dua anggota dewan Dapil Buru Ikram Umasugi dan Hj, Murniati Sulaiman Hentihu serta Ketua Sementara DPRD Maluku Lucky Wattimury mendengar tuntutan pendemo.
Gadis belum mau memberikan tanggapan perihal tuntutan pendemo. Padahal, tuntutan itu adalah aspirasi masyarakat Buru, daerah pemilihan dia saat menjadi calon anggota DPRD Maluku periode 2019-2024. Bukan hanya Gadis, Hj, Murniati Sulaiman Hentihu juga terlihat tidak memberikan satu komentar hingga pertemuan selesai. Hanya Ikram Umasugi dan Lucky Wattimury saja yang memberikan tanggapan.
“Beta (Saya) ada mau rapat,” singkat Gadis kepada wartawan sambil berjalan menuju Ruang Rapat usai bertemu pendemo.
Dia mengaku, akan mengikuti rapat lanjutan dengan anggota dewan lainnya di ruang rapat lantai dua. Politisi peraih 25.000 suara lebih masyarakat Buru itu tetap menolak memberikan tanggapan meski selalu diikuti wartawan sebelum dirinya berjalan masuk ke ruang rapat. Hingga berita ini naik, Gadis bahkan belum memberikan tanggapan melalui konfirmasi pesan WhatsApp wartawan.
Menanggapi hal ini, Pengamat Komunikasi Politik Effendi Ghazali mengatakan, anggota DPRD perlu lebih banyak meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku atau Capacity Building untuk memahami persoalan yang sedang dihadapi masyarakat.
“DPRD perlu lebih banyak capacity building untuk memahami apa yang sedang muncul di tengah rakyat, misalnya keresahan apa saja disamping soal ketidakpercayaan publik,” katanya kepada Malukupost.com, Selasa (24/9).
Dikatakan, selain dituntut meningkatkan kualitas berpolitik, para legislator semestinya bisa memahami substansi atau inti persoalan hajat masyarakat. Anggota dewan sebaiknya bisa merepresentasikan suara rakyat dengan baik dalam menyalurkan opini rakyat.
“Jadi, mereka tetap bisa mendengar namun sudah tahu apa dasar keresahan rakyat,” ujar Effendi.
Untuk diketahui, sekitar sejam lebih, legilator berusia 24 tahun itu hanya terlihat ngangguk-ngangguk saat Koordinator Lapangan yang juga Tokoh Adat Helmy Lesbassa, Ketua III Yongki Leslesi dan pembicara lainnya dari perwakilan pendemo menyampaikan keluhan. Tidak bicaranya Gadis, komitmen anggota dewan ini untuk memperjuangkan aspirasi rakyat kemungkinan akan diragukan.
Gadis semestinya tidak hanya mencari aman dengan duduk, diam dan setuju. Keberhasilannya menduduki kursi dewan, juga harus ditunjukan di panggung politik seperti membangun intergritas dan kompetensi yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebab, dirinya ditantang bisa bersaing untuk membuktikan diri sebagai wakil rakyat yang sesungguhnya. Bukan sebagai pemanis demokrasi tapi bisa menunjukkan kinerja yang baik di bidang legislasi, pengawasan dan anggaran.
Untuk diketahui, dalam pertemuan itu, DPRD Maluku dituntut anggota Aliansi Masyarakat Adat Pulau Buru (AMA-PB) untuk menghentikan pencanangan Danau Rana di Kabupaten Buru sebagai destinasi wisata internasional oleh Pemkab Buru. Penuntutan itu, disampaikan puluhan pendemo di depan Kantor DPRD, Selasa (24/9), sebelum akhirnya diterima Ketua Sementara DPRD Maluku Lucky Wattimury dan tiga anggota dewan Dapil Buru Ikram Umasugi, Hj, Murniati Sulaiman Hentihu dan Gadis Siti Nadia Umasugi
Alasan pendemo melakukan penolakan karena akan hilang nilai religius secara sakral. Rasa keingintahuan tentang sesuatu yang baru dilihat oleh para wisatawan akan memicu pelanggaran aturan adat setempat. Barang-barang antik atau peninggalan adat yang tersimpan di beberapa rumah adat di tepian danau Rana akan hilang bila tidak diawasi secara ketat.
Lingkungan danau kemungkinan akan mengalami kerusakan, ketidakstabilan ekonomi, akan ada mobilisasi penduduk yang akan mendiami kawasan lindung seperti rumah adat, kebijakan investor tak memihak penduduk lokal dan budaya lokal perlahan-lahan akan punah. Bahkan, kebijakan Pemkab Buru, dinilai dilakukan secara sepihak. Pemerintah bahkan tidak melibatkan masyarakat adat dari 24 suku margab dalam sebuah diskusi, saat berencana menetapkan danau Rana sebagai lokasi wisata dunia.
Dari tuntutan itu, pendemo menuntut DPRD memberi tegur Pemkab Buru untuk membatalkan keputusan itu. Apalagi, pemerintahan Ramli dituding belum melakukan sosialisasi dengan masyarakat perihal dampak lingkungan karena kemungkinan akan ada pencemaran lingkungan kendati telah dikeluarkan Surat Edaran Bupati Buru Nomor : 049/269 Tentang Himbauan Mewujudkan Danau Rana Surga Tersembunyi. Danau ini, bahkan telah masuk nominasi di ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award tahun ini. (MP-9)