Ambon, Malukupost.com – Aliansi Pemuda Maluku (APM) unsur gabungan dari Organisasi Kepemudaan, Mahasiswa, Paguyuban Pemuda dan elemen Pemuda se-Maluku menyampaikan kesetaraan sosial atau Tiga Tuntutan Rakyat (Tritula) ke kantor DPRD Maluku melalui aksi demonstrasi, Kamis (15/8).
Puluhan demonstran ini, kemudian diterima para anggota dewan yakni Habiba Pelu, John Rahantoknam, Frederik Rahakbauw, Amir Rumra, Constansius Kolatfeka dan Melkias Serdikit.
Dalam pertemuan itu, Penanggung Jawab APM Subhan Pattimahu menyampaikan tiga tuntutan aksi, yakni dimasukannya salah satu calon menteri asal Maluku di Kabinet jilid II Jokowi – Maaruf sebagai bentuk partisipasi membangun bangsa, menghimbau pemerintah pusat mengatur ulang porsi PI 10% agar berdampak pada peningkatan kesejahteraan Maluku dan mendesak pemerintah pusat menetapkan Maluku sebagai provinsi otonomi khusus layaknya Provinsi Papua dan Aceh.
“Harus ada kesempatan menjabat menteri sebagai bentuk keadilan bernegara.Mengenai penetapan PI 10 di Blok Masela, kita harus memakai
pendekatan adat. Bila tidak, kita akan rugi. Pendekatan ini untuk menyanggah aturan pemerintah pusat tentang hasil laut yang berada melewati 12 mil dari permukaan pantai adalah milik negara. APBD Maluku senilai Rp.200 miliar sangat kecil bila dibandingkan dengan sumbangsih daerah kepada pempus. Blok Masela dan Ikan misalnya,” katanya.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi A DPRD Maluku Frederik Rahakbauw mengapresiasi tuntutan APM. Pernyataan sikap, masukan dan saran peserta aksi akan disampaikan ke pimpinan DPRD Maluku untuk ditindaklanjuti. Di banyak negara termasuk Indonesia, sejumlah pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak membuat seluruh masyarakat senang. Ini karena sebagian masyarakat tidak merasakan dampak peningkatan dalam kesejahteraanya.
“Namun, kami mengapresiasi tuntutan aliansi, karena telah melihat dan merasakan apa yang menjadi kegundahan masyarakat dan wajar jika mereka menyampaikannya,” kata Frederik.
Anggota Komisi D, Melkias Serdikut mengaku mengambil inisiasi menerima tuntutan aliansi, karena sudah menjadi tugas dan tanggubjawab pihaknya sebagai perwakilan masyarakat. Tuntutan ini, membuat kesimpulan semakin kuat, manakala beberapa politisi menyebut pemerintah tidak serius mengelola negara.
“Itu memang seharusnya. Mudah-mudahan ada hasil maksimal dari pertemuan kami dengan para delegasi,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi C Habiba Pelu menjelaskan, masyarakat Papua tidak akan kembali ke daerahnya jika tuntutan yang disampaikan tidak diterima pemerintah pusat. Komitmen itu, mereka lakukan dengan cara imigrasi ke Papua Nugini. Begitupun dengan mentalitas orang Aceh. Disaat mereka meminta referendum, maka pemerintah pusat menerapkan otonomi khusus kepada Aceh.
“Mestinya, tuntutan ini harus direspon sebagai perjuangan kolektif bukan parsial. Aliansi maupun pemerintah daerah harus lebih fokus terhadap tuntutan, ketiga tuntutan ini harus diperjuangkan agar terealisasi,” jelasnya.
Menurut dia, bila akan bertemu dengan jajaran kementerian, hindari penjelasan yang tidak sesuai substansi permasalahan karena berpeluang akan dikesampingkan tuntutan yang mereka terima.
“orang pusat tipikalnya begitu. Pastikan fokus pada permasalahan dan miliki data yang valid,” ujar Pelu.(MP-9).