Ambon, Malukupost.com – Komisi B DPRD Maluku menyebutkan PT. BPS sebagai perusahaan penyumbang pencemaran terbesar yang terjadi di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru.
“Kalau selama ini masyarakat yang sering disalahkan atas pencemaran, padahal mereka hanya melakukan perendaman dengan kolam ukuran kecil 4×6 meter. Padahal PT.BPS lah penyumbang pencemaran terbesar,” kata Sekretaris Komisi B DPRD Maluku, Ikram Umasugi di Ambon, Senin (30/7).
“Kalau yang dilakukan perusahaan seperti PT. BPS yang ukuran bak perendamannya satu kali lapangan sepak bola,” ucapnya.
Sebaliknya masyarakat harus diberikan ruang untuk tambang ini dibuka dengan menggunakan sistem penambangan rakyat yang ramah lingkungan, dan bukannya ada kelompok yang datang ke sini menghadap wakil gubernur lalu menjelaskan di sana terjadi pencemaran,” tegasnya.
Mereka yang datang ke provinsi mengaku kelompok adat, padahal yang namanya kelompok adat itu besar dan yang mengaku sebagai raja di sana sudah cukup banyak.
“Mereka yang kemarin datang ke sini itu punya kepentingan dengan pihak perusahaan karena mereka rata-rata digaji oleh PT. BPS,” tandas Ikram.
Ada rekayasa perusahaan yang melakukan proses penambangan tetapi mengatasnamakan masyarakat, padahal ini rekayasa saja dan rakyat yang dikambing-hitamkan dalam menimbukan pencemaran lingkungan.
Coba wartawan turun ke sana lihat apa yang dibuat rakyat dan perusahan, sistem perendamannya berbeda dan kolam yang dibangun perusahaan menggunakan banyak sekali air raksa atau mercury dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya.
“Jadi ada penggiringan opini oleh perusahaan dan yang datang ini orang BPS, dan sikap komisi B anda tahu sendiri setiap bikin rapat dengan kadis ESDM Maluku selalu berhalangan,” katanya.
Untuk mengamankan kawasan Gunung Botak tergantung keseriusan pemerintah melihat persoalan di sana, karena tingkat pencemaran tinggi dan satu tahun lalu ketika komisi berbicara dengan pihak dinas sudah melebihi ambang batas, bagaimana sekarang ini sudah masuk emergensi.
Ada pihak perusahan dan ada penambangan rakyat sekitar 15 ribu orang yang beroperasi di Gunung Botak dan ini tidak tutup total tetapi harus ada penertiban dan rakyat diberikan ruang.
“250 hektar yang sudah disiapkan pemerintah untuk wilayah pertambangan harus dibuka dan memberikan akses buat rakyat untuk mencari rejeki dengan sietm pengolahan ramah lingkungan,” jelas Ikram.
Dia juga mengaku komisi B memang punya data produksi emas namun belum akurat. (MP-4)