Ambon, Malukupost.com – Pimpinan dan anggota DPRD Maluku didesak untuk bersama-sama keluarga Nahdiyin menolak penerapan sistem Full Day School (FDS) yang ditetapkan dalam Permendikbud nomor 23 tahun 2017.
“PBNU telah menginstruksikan seluruh pengurus wilayah, termasuk kami di Maluku melakukan penalakan terhadap penerapan FDS sesuai permendikbud sehingga hari ini kami mendatangi para wakil rakyat di sini,” kata Sekretaris PWNU Maluku, Mukhlis Fataruba di Ambon, Senin (21/8).
Menurut dia, kebijakan kemendikbud ini yang kemudian memunculkan reaksi warga Nahdiyin dan dikomandoi PBNU agar semua bergerak menolak permendikbud nomor 23 tahun 2017.
Yang hadir dalam aksi demonstrasi damai ini antara lain Gerakan Pemuda Anzor, Muslimat NU, Fatayat NU, Ikatan Putera-Puteri NU, Ikatan Pelajar NU dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ditambah seratusan siswa Madrasah Ibtidayah Al Kahar Kota Jawa serta Madrasah Tzanalwiyah Al Kahar Iha, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah.
Para pendemo diterima ketua Komisi D DPRD Maluku Saadyah Uluputty dan sejumlah anggota DPRD.
Dalam kesempatan itu, Mukhlis membacakan empat tuntutan PWNU Maluku yang ditandatangani Wakil Rais PWNU setempat, M. Djesan Bugis, Usman Bahta selaku Katib, Syarief Hidayat yang merupakan ketua Tanfidsyah, dan Ismali Kaliki selaku sekretaris Tanfidsyah.
Pengurus GP Anzor Maluku, Masyuri mengatakan, ada 11 pasal dalam permendikbud dan disebutkan lima hari sekolah delapan jam per hari di kali lima hari sama dengan 40 jam siswa belajar dan mendapat materi di sekolah.
Ketika wacana ini muncul di permukaan, timbul polemik dimana salah satu dirjen kemendikbud menyatakan bahwa FDS telah dilaksanakan pada 19,500 sekolah di sembilan kabupaten namun dibantahkan lagi di kementerian bahwa FDS itu delapan jam sekolah.
“Saya masih mahasiswa dan belajar mata kuliah dua SKS saja selama dua jam otak terasa beku, apalagi adik-adik yang usianya 6,7 sampai 12 tahun belajar dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00 pasti stres,” tandasnya.
Kemampuan otak manusia memiliki kapasitas menampung pelajaran hanya tiga jam dan kalau lebih dari itu maka siswa akan frustasi secara Pshykologi.
Ketika FDS diterapkan maka ada sekolah rumahan dikorbankan, sekolah mingguan, taman-taman pengajian di korbankan, ada kegiatan guru-guru ngaji sekitar pukul 15.00 terpaksa dikorbankan.
“Selanjutnya dari sisi fasilitas, saya yakin di Maluku belum bisa menerapkan program ini sebab antara fasilitas dengan kemampuan guru itu tidak seimbang dan permendikbud ini memberatkan siswa karena kesiapan infrastuktur,” ujarnya.
Dikatakan, kurikulum di Indonesia ini rata-rata masih bersifat uji coba mulai dari program KBK, KTSP, hingga program K13.
“Sikap kami GP Anzor perlu ditinjau ulang jadi kami butuh sikap pimpinan dan anggota DPRD bersama keluarga NU menolak penerapan FDS di Maluku,” katanya.
Ketua komisi D DPRD Maluku, Saadyah Uluputy mengatakan, tuntutan para pendemo akan disikapi DPRD dengan mengundang Kadis Dikbud Maluku untuk melakukan pembahasan.
Sedangkan anggota DPRD lainnya, Sudarmo (F-PKS) minta aksi demo seperti ini harus didahului dengan konsolidasi dengan para guru agar para siswa MI dan MTs yang hadir tidak mengorbankan jam belajar mereka.
Apalagi kehadiran anak-anak ini di gedung DPRD Maluku ada beberapa di antaranya yang merasa pusing dan mual-mual. (MP-5)