Ambon, Malukupost.com – Bergulirnya program pemekaran wilayah berupa pembentukan daerah otonom baru (DBO) sejak belasan tahun silam cukup memberikan dampak positif bagi Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku.
Dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, wajah kabupaten tersebut berubah 180 derajat, bila dibandingkan saat masih berada di bawah kendali Kabupaten Maluku Tengah sebagai kabupaten induk.
Luas wilayah Bula, Ibu Kota Kabupaten SBT tahun 1990-an tidak lebih dengan garis bentang satu kilometer dan hanya memiliki satu ruas jalan di dalam kampung, terdapat markas kepolisian sektor, dan sebuah mes milik perusahaan minyak.
Di tepi pantainya terdapat pompa-pompa minyak, ditambah sebuah lapangan terbang skala kecil milik pihak perusahaan dan dikelilingi hutan rimba.
Kini wajah Kota Bula berubah jauh, yakni permukiman penduduk semakin melebar dan jembatan serta jalan trans menuju Pulau Ambon sudah tersedia meski pun belum merata ke seluruh pulau-pulaunya.
Sebab kedudukan Kota Bula dan beberapa kecamatannya seperti Werinama memang terletak di Pulau Seram, tetapi ada wilayah kecamatan lain yang terdiri dari pulau-pulau seperti Geser, Gorom, Kesui, atau Kataloka.
Pada wilayah pulau-pulau ini, persoalan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik, dan komunikasi masih sangat terbatas.
Anggota komisi C DPRD Maluku, Raat Rumford mengatakan, SBT memang sudah memiliki satu bandara yang dibangun di Kufar dan saat ini telah dilayani sebuah maskapai penerbangan.
“Trigana Air sudah melayani rute penerbangan Ambon-Kufar dan ini sangat membantu masyarakat,” katanya.
Namun di sisi lain, wilayah SBT yang terdiri dari pulau-pulau juga terkesan masih terisolasi akibat minimnya infrastruktur perhubungan laut sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya tinggi dan memakan waktu lama untuk pergi ke Kota Ambon atau ke Kota Bula.
Akhir Januari 2017, sejumlah pemuda yang tergabung dalam organisasi peduli rakyat Kelmuri, Kecamatan Seram Bagian Timur sempat melakukan aksi demonstrasi di sekretariat DPRD Maluku.
Intinya mereka menuntut perhatian daerah serius dalam membangun infrastruktur dasar di wilayah itu.
Kelmuri adalah sebuah kecamatan yang tertinggal karena tidak ada akses jalan raya, penerangan listrik, maupun telekomuniasi, dan akses perhubungan laut.
Dikatakan, wilayahnya berada di antara Kecamatan Werinama dan Kecamatan Seram Timur (Pulau Seram) tetapi dua daerah ini justru lebih maju pembangunan infrastrukturnya karena ada akses jalan, pelabuhan laut, penerangan, serta komunikasi.
Ironisnya, sudah ada penggusuran lahan untuk pembangunan jalan di Kelmuri sejak tahun 2005 tetapi tidak dilanjutkan dengan pengsapalan hingga sekarang dan lokasi jalan itu sudah ditumbuhi pepohonan.
Padahal masyarakat setempat sudah merelakan tanaman umur panjangnya digusur untuk pembuatan jalan raya, namun sampai sekarang belum terealisasi.
“Biaya transportasi sangat mahal dan komunikasi sangat sulit, kemudian tiang listrik yang sudah terpasang tetapi tidak ada penerangannya sehingga kami minta perhatian DPRD provinsi untuk melihat persoalan rakyat Kelmuri,” katanya.
Penambahan Armada Menyikapi persoalan minimnya sarana perhubungan laut dan darat di Kabupaten Seram Bagian Timur, Komisi C DPRD Maluku akan memperjuangkan penambahan armada laut untuk lebih membuka keterisolasian masyarakat di daerah tersebut.
Dikatakan, perjuangan menambah armada laut melayari rute-rute di wilayah SBT ini akan disampaikan secara langsung ke Menteri Perhubungan saat DPRD melakukan agenda penyampaian aspirasi.
Program ini harus diperjuangkan karena minimnya kapal-kapal perintis atau pun milik PT. Pelni yang berlayar ke wilayah SBT sehingga akses transportasi laut sangatlah terbatas.
Kemudian biaya perjalanan yang harus dikeluarkan masyarakat dari berbagai pulau di SBT menuju Ambon sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku atau sebaliknya sangat besar.
Komisi juga telah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh mitra terkait di antaranya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dishub, Perindag, dan Bappeda serta meminta setiap instansi menyiapkan aspirasinya untuk disampaikan komisi kepada kementerian terkait.
Sebab proses pembahasan program di kementerian itu berlangsung bulan Mei maka paling lambat pada minggu ketiga bulan Februari ini Komisi C dengan mitra terkait akan berangkat menyampaikan aspirasi yang telah disiapkan.
“Kita tidak mau lagi mengusulkan yang sifatnya gelondongan melalui Bappeda secara langsung tetapi kita usulkan masing-masing SKPD menyiapkan proposal apa yang mereka mau minta, sehingga saat di kementerian langsung diserahkan dan lakukan penekanan agar fokus,” ujarnya.
Penambahan armada kapal di atas 2.500 GT memang sudah diusulkan pada penyampaian aspirasi tahun 2016 dan itu sudah pasti, hanya saja kapalnya masih dibangun.
Kecuali yang sudah masuk itu pemberian kapal motor (KM) Sabuk Nusantara dari PT Pelni kepada PT. Pelni Cabang Ambon tetapi ukurannya hanya sekitar 1.500 GT, padahal yang diminta 2.500 GT ke atas karena luasnya lautan di Maluku dengan kondisi alam yang terkadang ekstrem. (MP-6)