Ambon, Malukupost.com – Puluhan warga Desa Sepa Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), mendatangi Komisi A DPRD Maluku, guna menyampaikan persoalan lahan seluas 110 hektar yang dihibahkan masyarakat untuk pembangunan Kampus Kemaritiman dan IAIN. Namun berdasarkan informasi dari kedua itu, Kampus Kemaritiman yang tidak lagi dibangun diatas lahan tersebut, karena mau alihkan ke tempat lain.
Kehadiran masyarakat Sepa di DPRD Maluku diterima oleh Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans dan didampingi dua anggota lainnya yakni Lutfi Sanaky dan Herman Hattu, Selasa (4/4) siang
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Desa Sepa Abdul Rauf Amahoru mengatakan, masyarakat setempat baik desa induk maupun semua anak dusun mendukung penuh kedua pembangunan tersebut, dibangun di daerah itu. Sesuai dengan ketersediaan lahan yang sudah diberikan. Tetapi yang anehnya lahan tersebut belum dipergunakan, yang menurutnya belum ada pengukuran oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku.
“Kami datang kesini, bersama tokoh masyarakat dan juga Saniri Negeri, dengan mewakili semua masyarakat Desa Sepa, untuk menyampaikan aspirasi kami, berkaitan dengan persoalan lahan 110 hektar, yang dihibahkan oleh masyarakat untuk dibangun dua perguruan tinggi, yakni Kemaritiman dan IAIN, tetapi katanya untuk kemaritiman dibatalkan. Dan mau dipindahkan ke tempat lain, yang belum kami ketahui jelas, dimana lokasinya,” ungkapnya..
Amahoru katakan, untuk pembangunan kampus IAIN tidak ada masalah, karena dari semua kesiapannya sudah disiapkan. Dan lahan 110 hektar itu kata dia, merupakan lahan yang pernah diberikan kepada Pemerintah daerah, untuk rencana pencanangan Ibu Kota Provinsi saat itu.
“Tetapi karena rencana tersebut dibatalkan, maka masyarakat Sepa kembali meminta agar lahan yang disediakan dikembalikan. Dan pemerintah sendiri kembali menyediakan lahan itu secara resmi kepada masyarakat Sepa. Setelah lahan itu dikembalikan, warga kembali menyediakan untuk pembangunan, kampus IAIN, ini berdasarkan persetujuan semua masyarakat yang dibuktikan dengan berita acara,” ujarnya.
Dijelaskan Amahoru, persetujuan itu disebabkan karena masyarakat sangat berkeinginan adanya, kedua perguruan tinggi ini di bangun di daerah itu. Terutama untuk kampus Kemaritiman, yang dianggap, bisa melahirkan pelajar yang handal, dan memiliki kemampuan dalam bidang kemaritiman. Selain itu lokasi, yang disediakan dianggap sangat strategis, karena berdekatan dengan laut.
“Lahan 110 hektar ini, sudah pernah disediakan ke Pemerintah Provinsi untuk rencana pencanangan Ibu Kota Provinsi saat itu. Tetapi dibatalkan, sehingga kami minta dikembalikan. Nah setelah itu, bertepatan dengan rencana kedua pembangunan ini, masyarakat kembali menyediakan. Hanya saja untuk IAIN tidak masalah. Tetapi kemaritiman yang katanya mau dialihkan ke tempat lain. Sehingga kami minta DPRD bisa menyikapi ini, karena kami sangat menginginkan adanya kampus itu, agar bisa majukan Sumber Daya Manusia (SDM) Maluku kedepan, yang lebih baik,” katanya.
Menurut Amahoru, pihaknya sudah menanyakan ke pemerintah daerah, dan juga pihak perhubungan menyangkut dengan kapan, pembangunan kampus itu dilakukan, tetapi tidak pernah berikan jawaban. Dan masyarakat hanya mendengar informasi, bahwa akan dialihkan ke tempat lain.
“Kita sudah tanya pemerintah daerah, dan juga pihak perhubungan kapan pembangunan tersebut dilakukan. Namun mereka tidak pernah memberikan jawaban. Padahal dengan ketersediaan lahan seluas itu, pemda harus direspon secepatnya, apalagi ini untuk masalah pendidikan,” tandasnya.
Sementara Ketua Komisi A DPRD Maluku Melkias Frans mengatakan, persoalan tersebut komisi baru mengetahuinya. Bahkan pertemuan yang dilakukan juga secara mendadak. Atas permintaan Wakil Ketua Komisi B, Abdullah Marasabessy yang merupakan anak Negeri Sepa, untuk komisi A harus melakukan pertemuan dengan masyarakat terkait lahan itu. Karena untuk saat ini belum ada agenda apa-apa, DPRD masih fokus terhadap agenda pengawasan.
“Meski masalah tersebut baru diketahui, tetapi komisi akan menindaklanjutinya dan melakukan pertemuan bersama dengan masyarakat Sepa, pihak terkait, yakni perhubungan, pemerintah kabupaten Maluku Tengah, Biro Hukum Pemerintah Provinsi, dan juga pihak BPN, untuk menanyakan kepastian. Agar masyarakat bisa mengetahuinya secara jelas,” ungkapnya.
Frans menandaskan, pemerintah sudah harus secepatnya memanfaatkan kesempatan ini, untuk mengadakan pembangunan, apalagi untuk pendidikan. Sebab, dimana-mana pembangunan yang mau dibangun semuanya terkendala dengan lahan, tetapi yang terjadi saat ini malah sebaliknya.
“Kami di komisi A baru mengetahui persoalan ini, dan pertemuan ini dilakukan secara mendadak, atas permintaan Pak Dullah Marasebessy selaku putra Sepa sendiri. Karena untuk saat ini kami masih fokus dengan agenda pengawasan. Namun setelah ini akan kami melakukan pertemuan ulang, dengan mengundang semua pihak yang terkait dengan persoalan ini untuk menanyakan, bagaimana kejelasan atas pembangunan kampus itu. Dan saya kira pemerintah daerah harus secepatnya menangkap bola ini, jangan dibiarkan begitu saja. Lahan sudah ada, malah mau di dibiarkan begitu saja,” pungkasnya. (MP-8)