Ambon, MalukuPost.com – Upaya penanganan stunting yang dilakukan Pemda Maluku, dibawah koordinator Ketua TP-PKK Provinsi Maluku, Widya Pratiwi Murad dianggap belum maksimal, bahkan dikatakan buruk.
Buruknya kinerja tim penanganan stunting dibawah kendali istri Gubernur yang juga disapa Bunda Stunting itu, terlihat dari data stunting di Maluku yang masih tergolong tinggi.
“Target untuk penurunan stunting, gizi buruk, gizi kurang kita masih di 26,1 persen, padahal harapan ada di 23 persen, jadi penurunannya cukup lambat,”ungkap Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary kepada wartawan usai rapat bersama mitra, di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, jumat (28/04/2023).
Dikatakan, capaian penanganan stunting di Maluku masih jauh dari target nasional yang ditetapkan 20 persen. Hal ini membuktikan buruknya kinerja Pemda Maluku dibawah kendali Ketua TP-PKK Maluku dalam penanganan stunting.
Padahal ungkap Atapary, setiap OPD di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku diwajibkan untuk mengalokasikan 9 persen dari anggarannya untuk penanganan stunting.
“Di satu sisi, di setiap OPD minimal ada 9 persen dari OPD untuk penanganan stunting, yang dikoordinir oleh ketua TP PKK. Publikasi di media kerjanya wow, tetapi datanya tidak menunjukan kinerja itu, makanya kita bilang ini kinerja termasuk buruk,”tandas Atapary.
“Bayangkan untuk pergi intervensi melihat lokus terkena stunting, hanya berikan bantuan, tetapi semua OPD ikut. anggaran berapa besar yang terpakai. sebaiknya anggaran itu dipakai untuk Posyandu, pembinaan kader disitu karena mereka yang paling dekat dengan lokus stunting,”sambungnya.
Sebagai tindaklanjut, pihaknya mendesak agar ke depan dalam penanganan stunting tidak lagi dikoordinir Ketua TP-PKK Maluku, melainkan dibawah kendali Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Maluku, bersama OPD yang menjadi leading sektor dalam penanganan stunting, sebagai bukti kinerja dari Gubernur-Wakil Gubernur.
“Hal ini harus diluruskan supaya tersisa tahun 2023 dan 2024 yang ada ini dikembalikan. Sehingga tadi kami minta dana-dana penanganan pengurunan kemiskinan, stunting, gizi buruk, gizi kurang itu harus OPD menjadi leading sektor, PKK itu bukan OPD. kita tidak mungkin merminta pertanggungjawaban disini karena bukan OPD,”ucapnya.
“Apalagi Ketua TPP sudah mau ditetapkan sebagai caleg, menurut kita kosentrasi saja disitu, untuk penanganan ini dikembalikan ke OPD leading sektor, dan dikoordinir Bappeda, dan Gubernur membuat satu kebijakan yang tegas kepada OPD dan bappeda supaya sampai 2024 kita bisa tercapai 20 persen,”imbuhnya.
Atapary berharap apa yang menjadi tuntutan dan desakan DPRD Maluku dapat ditindaklanjuti, dalam rangka percepatan penurunan stunting di Maluku.
“Kita di DPRD terutama partai pengusung apalagi saya yang ditugaskan partai PDI sebagai ketua komisi mempunyai tanggungjawab moril. Kalau RPJMD tidak tercapai di 2024 ini bukan hanya kegagalan pemda tetapi kita semua. Olehnya kami memliki beban moril, karena PDI perjuangan yang mengusung pemerintah ini loh. jadi kalau kita tidak memenuhi RPJMD maka serangan juga ke kita. Karena itu kita minta agar ada perubahan, sehingga upaya penanganan stunting dapat terkelola dengan baik,”pungkasnya.