Ambon, MalukuPost.com – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Maluku merekomendasikan aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Maluku atau Polda Maluku, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan Penyelidikan, dan Penyidikan terhadap salah Kelola dalam Pelaksanaan APBD Tahun 2022 yang diduga berpotensi terjadi kerugian daerah, atau uang negara.
Rekomendasi ini disampaikan Juru Bicara Fraksi PDIP, Javet Djemy Pattiselano, dalam penyampaian akhir Fraksi dibacakan terhadap LPJ APBD 2022, di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, pekan kemarin.
Dalam kata akhir fraksi, PDIP menyoroti masalah bayi stunting, gizi buruk dan gizi kurang di Tahun 2022 di Maluku masih cukup tinggi yaitu 26,1% karena tidak mencapai target? Dengan Alokasi Anggaran sesuai regulasi minimal 9%, dari setiap Pagu Anggaran di OPD dapat dialokasi untuk Penurunan Stunting, namun di Maluku tidak dapat mencapai target Prevelensi Penurunan Stunting yang ditetapkan Tahun 2022 sebesar 23%?.
Misalnya anggaran yang disediakan pada Dinas Kesehatan tentang Penurunan Stunting sebesar Rp1.401.248.600, dari total anggaran tersebut hanya dialokasikan untuk perjalanan dinas sebesar Rp939.599.000 dan belanja operasional lainnya sebesar Rp 461.649.600 sedangkan untuk belanja yang menjadi focus penurunan angka stunting yaitu penanganan lokus atau bayi kasus stunting untuk Perbaiki gizi dan penanganan kesehatannya Rp 0.
Hal yang sama juga terjadi di Balai Paru dan semua OPD Mitra Komisi IV yang dititipkan anggaran penurunan stunting, belanja untuk perjalanan dinas dan operasional rata-rata lebih besar dari pada belanja untuk intervensi penangan lokus untuk bayi stunting.
Sehingga hal tersebut, sangat menyimpang dari Arahan Presiden RI, yang mewajibkan Pemerintah Daerah dalam penggunaan Anggaran Stunting, wajib sebesar 80% untuk penanganan lokus atau perbaikan gizi bayi stunting dan 20% sisanya untuk koordinasi, rapat, dan lain lain.
Tahun Anggaran 2022 Pemerintah Provinsi Maluku mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat untuk kegiatan penguatan penurunan stunting sebesar Rp 11.657.191.000, namun anggaran tersebut tidak terkonfirmasi dipergunakan untuk apa saja dan dilakukan oleh OPD mana saja?.
Anggaran Pemasaran Pariwisata pada Dinas Pariwisata untuk promosi wisata Maluku dalam, dan luar negeri sebesar Rp6.984.996.864, tidak ada konfirmasi kegiatan-kegiatan promosi tersebut dalam bentuk apa dan siapa yang melakukan? Padahal sektor Pariwisata menjadi unggulan untuk meningkatkan Perekonomian Maluku.
Selanjutnya berkaitan penggunaan Dana Hibah dari Pemerintah Provinsi untuk kegiatan Pramuka yang dikelola oleh Kwarda Pramuka sebesar Rp 2.500.000.000 penggunaan tidak dapat dikonfirmasi untuk kegiatan apa saja yang berhubungan dan dengan kepramukaan? Malahan berdasarkan aspirasi, atau pengaduan dari salah satu Pengurus Kwarda Pramuka, ada dugaan Dana Hibah tersebut disalah gunakan?
Badan Penghubung Provinsi di Tahun 2022 realisasi belanja sebesar Rp 16.018.841.872 dan pada kolom belanja pemeliharaan sebesar Rp 6.106.910.475 Dari besaran anggaran tersebut, apakah belanja pemeliharaan merupakan bagian dari rehabilitasi Mess Maluku?.
Hal ini tidak dapat terkonfirmasi karena ketidak hadiran OPD saat rapat komisi. Dari data yang diperoleh, semenjak Tahun 2020 – 2023, anggaran yang telah digelontorkan untuk rehabilitasi Mess Maluku di Jakarta kurang lebih Rp 20.295.346.000, namun sampai saat ini Mess Maluku tersebut belum bisa dimanfaatkan.
“Hal tersebut sangat berpotensi terjadi Pelanggaran Hukum yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara,” ungkapnya.
Sementara anggaran pada Sekertariat Daerah, diantaranya, Fasilitasi Kunjungan Tamu sebesar Rp 9.874.008.562 (tidak terkonfirmasi berapa besar dipakai untuk sekali kunjungan Presiden, Menteri, Dirjen, dan lain-lain.
Rapat Koordinasi dan Konsultasi SKPD sebesar Rp 5.555.260.459 (tidak terkonfirmasi output, dan outcomenya dari rapat koordinasi tersebut dan berapa kali dilakukan dalam setahun).
Penyediaan Jasa Penunjang Urusan Pemerintahan sebesar Rp 13.027.792.292 (tidak terkonfirmasi dipakai untuk belanja apa-apa saja?). Namun dalam rinciannya terdapat, kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air dan Listrik sebesar Rp 3.364.042.200.
Sementara pada kode rekening yang berbeda juga ada kegiatan yang diperuntukan untuk penyediaan Komponen Instalasi Listrik/Penerangan/Bangunan Kantor sebesar Rp 223.520.000.
Penyediaan Jasa Peralatan dan Perlengkapan Kantor sebesar Rp 3.348.852.200, apakah ini
bentuknya barang habis pakai? (3). Penyediaan Jasa Pelayanan Umum Kantor menelan anggaran yang sangat besar yaitu Rp 7.489.031.243.
Pemeliharaan Barang Milik Daerah Penunjang Urusan Pemeintahan Daerah menelan anggaran sebesar Rp 11.525.520.070.
“Dari anggaran tersebut ada diperuntukan untuk biaya pemeliharaan/rehabilitasi Sarana dan Bangunan lainnya sebesar Rp 4.092.260.613, sementara Rumah Jabatan Sekda merupakan Bangunan Gedung yang baru dibangun sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu dan juga jarang ditempati pada tahun 2022,”tuturnya.
Selain itu juga Kegiatan Pemeliharaan/Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pendukung Gedung Kantor atau Bangunan Lainnya sebesar Rp 2.131.578.078?, tapi tidak terkonfirmasi dimana lokasinya, dan apakah terkait dengan kerja-kerja Sekertaris Daerah?
Satu kegiatan yang sama di lingkup Sekertaris Daerah tentang pengadaan pakaian dinas, nilainya berbeda-beda, yaitu untuk kode rekening 01.1.05.02 sebesar Rp 1.207.126.670, nilainya berbeda dengan kode rekening 01.1.11.03 sebesar Rp 1.162.185.516? Bagaimana kualitasnya dan
jumlahnya sehingga terjadi perbedaan?
Pada kode rekening 01.1.12 tentang Fasilitas Kerumahtanggan Sekertaris Daerah, kegiatan dan sub kegiatan hanya digunakan oleh Sekertaris Daerah, namun dalam rinciannya terdapat Kegiatan Penyediaan Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah sebesar Rp 1.597.390.943?
Selain itu sebenarnya berapa besar Kebutuhan dan Beban Rumah Tangga Sekertaris Daerah
dalam satu tahun sehingga menghabiskan anggaran sebesar Rp 3.806.938.652, padahal disisi lain ada anggaran yang terpisah disediakan untuk Fasilitasi Tamu.
Laporan realisasi Anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Maluku mencatat Pendapatan Restribusi Darah LRA Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp. 19.936.699.338,00 sedangkan Laporan Oprasional LO Tahun Anggaran 2022 sebesar 26.616.308.053,17 sehingga selisi sebesar Rp. 6.679.608.715.17.
“Fraksi PDI Perjuangan berpendapat seharusnya dicatat sebagai piutang restribusi dalam Neraca Pemerintahan Daerah akan tapi kenyataannya di neraca pemerintah daerah piutang restribusi Daerah mencatat Rp. 2.659.189.800,00 jumlah tersebut Fraksi PDI Perjuangan tidak dapat di yakini nilai kebenarannya,”tandasnya.
Begitu juga di Dinas Pendidikan di tahun 2022 mengelola anggaran sebesar Rp1.021.108.172.499 dari jumlah
realisasi APBD Tahun 2022 sebesar Rp 3.053.175.364.420 atau 33,44%, yaitu melebihi syarat undang-undang yang mewajibkan alokasi belanja Bidang Pendidikan minimal 20% dari jumlah APBD.
Namun anggaran yang sebesar tersebut tidak seimbang dengan Kebijakan-Kebijakan yang dibuat Gubernur lewat Kadis Pendidikan untuk menaikan Mutu dan Kualitas Pendidikan
Menengah di Maluku.
“Dan lain-lain, jika ditelesuri lebih dalam lagi, banyak anggaran-anggaran yang bersifat gelondongan dan tidak tertera nomenkalturnya di Ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun 2022
Yang patut dipertanyakan pemanfaatan, karena hal tersebut tidak bisa terkonfirmasi karena ketidakhadiran OPD-OPD pada pembahasan di tingkat Komisi-Komisi,”cetusnya.
berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terutama yang berkaitan dengan salah Kelola dalam
Pelaksanaan APBD Tahun 2022 yang diduga berpotensi terjadi kerugian daerah atau uang negara, kata Pattiselano Fraksi PDI Perjuangan Merekomendasikan dan Mendesak kepada Aparat Penegak untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan.