Ambon, MalukuPost.com – Dua dari delapan Fraksi di DPRD Provinsi Maluku secara tegas menolak Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2022.
Penolakan tersebut disampaikan dalam rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun, di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, kamis (03/07/2023).
Turut dihadiri Wakil Gubernur Barnabas Orno, Sekretaris Daerah Sadali Ie, dan pimpinan OPD lingkup Pemerintah Provinsi Maluku.
Adapun dua Fraksi menolak LPJ APBD TA 2022, yaitu Fraksi Golongan Karya (Golkar), dan fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sementara enam Fraksi lainnya menerima, yaitu Fraksi PKS, Fraksi Pembangunan Bangsa gabungan PKN dan PPP, Fraksi Hanura, Fraksi Perindo Amanat Berkarya, Fraksi Demokrat, serta Fraksi Gerindra.
Fraksi Golkar dalam penyampaian kata akhir Fraksi dibacakan Anos Yermias selalu Ketua Fraksi, menyampaikan ada beragam kegagalan, dan permasalahan dalam pelaksanaan visi, misi, program, dan kebijakan yang dirancang oleh pemerintahan Gubernur Maluku periode 2019-2024.
Kegagalan tersebut mulai dari perencanaan daerah yang telah disusun masih belum mencapai tingkat komprehensif dan integratif yang diharapkan.
Terdapat ketidaklengkapan dan inkonsistensi dalam pelaksanaan rencana. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam menerjemahkan perencanaan menjadi tindakan nyata.
Sementara kegagalan realisasi visi dan misi, diantaranya pemindahan Ibukota Ke Makariki, Seram dan Percepatan Pembangunan
Perkantoran Provinsi, Rekruitmen PNS dan Pejabat berdasarkan Kompetensi dan Pertimbangan Keterwakilan Suku, Agama, dan Kewilayahan, dan Penerapan Sistem e-government dan e budgeting untuk Transparansi dan percepatan Pelayanan Publik.
Selain itu, kegagalan dalam kebijakan berupa, diantaranya tidak menempati rumah dinas, tidak melakukan aktivitas Kedinasan selaku Gubenur di Kantor Gubernur Maluku, tetapi dialihkan ke Rumah Pribadi
Mes Maluku sebagai Salah sate asset Daerah yang memiliki Potensi Untuk mendatangkan Dividen bagi daerah, pembangunannya terbengkalai dan berantakan, menyebabkan Daerah Banyak mendapat sanksi dalam hal kebijakan fiskal seperti pemotongan DAK.
Sementara Fraksi PDIP, dalam penyampaian kata akhir Fraksi dibacakan Javet Djemy Pattiselano, mengatakan penolakan terhadap LPJ 2022 dikarenakan banyak masalah-masalah yang terjadi di dalam Pelaksanaan APBD oleh Saudara Gubernur yang belum terselesaikan dengan tuntas.
Permasalahan tersebut, diantaranya Masyarakat Miskin di Maluku yang cenderung bertambah di Tahun 2022 ke 2023, masalah bayi stunting, gizi buruk dan gizi kurang di Tahun 2022 di Maluku masih cukup tinggi.
Anggaran pemasaran pariwisata pada Dinas Pariwisata untuk promosi wisata Maluku dalam, dan luar negeri sebesar Rp 6.984.996.864, tidak ada konfirmasi kegiatan-kegiatan promosi tersebut dalam bentuk apa dan siapa yang melakukan? Padahal sektor Pariwisata menjadi unggulan untuk meningkatkan Perekonomian Maluku.
Dinas Pendidikan di tahun 2022 mengelola anggaran sebesar Rp 1.021.108.172.499 dari jumlah realisasi APBD Tahun 2022 sebesar Rp 3.053.175.364.420 atau 33,44%, yaitu melebihi syarat undang-undang yang mewajibkan alokasi belanja Bidang Pendidikan minimal 20% dari jumlah APBD.
Namun kenyataannya, anggaran sebesar tersebut tidak seimbang dengan Kebijakan-Kebijakan yang dibuat oleh Gubernur melalui Kadis Pendidikan untuk menaikan Mutu dan Kualitas Pendidikan Menengah di Maluku, serta berbagai permasalahan lainnya.
Atas hal tersebut, Fraksi PDI Perjuangan berpandangan politik seperti pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
karena Pengelolaan APBD Tahun 2022 oleh Saudara Gubernur sangat menyimpang dari Visi, Misi dan Janji-Janji Kampanye Gubernur yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2024, serta semangat PDI Perjuangan, yaitu mengutamakan kepentingan rakyat, pelayanan publik, dan setiap pengambilan kebijakan politik oleh Kepala Daerah dalam Konteks
Kemitraan dengan DPRD tidak mengorbankan Kepentingan Masyarakat. Sehingga sebagai Partai yang Mengusung pada Pilkada Tahun 2018, PDI Perjuangan Memiliki Beban Politik dan Moral terhadap Pelaksanaan RPJMD Tahun 2019-2024, yang tidak mencapai target.
“Sikap Politik ini adalah bagian dari pemberian Sanksi Bagi Kepala Daerah yang di Usung oleh PDI Perjuangan tetapi Gagal dalam Kepemimpinan untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat,”tegas Pattiselano.