Pungli Merajalela Di Pasar Mardika, DPRD Maluku Janji Tuntaskan

Ambon, MalukuPost.com – Praktik Punggutan Liar (Pungli) yang terjadi di kawasan pasar Mardika, Ambon tak kunjung diselesaikan. Persoalan ini bahkan telah dianggap menjadi penyakit yang membebani para pedagang.

Hal ini dikarenakan, selain membayar retribusi ke pemerintah kota, Pedagang juga dituntut untuk membayar biaya lainnnya ke sejumlah oknum.

Bacaan Lainnya

Ita, salah satu pedagang mengaku dalam sehari ia bisa membayar biaya retribusi sebesar Rp25 ribu, terdiri dari retribusi sampah, parkir, uang berjalan diatas badan jalan.

“Biasa satu hari bisa membayar Rp25 ribu, biaya tempat jualan Rp15 ribu, biaya parkir Rp5 ribu padahal kami bukan kendaraan, biaya sampah dan biaya lainnya,”ungkap Pedagang asal Toisapu, kepada Pimpinan dan Anggota Komisi III DPRD Provinsi Maluku, yang sementara on the spot ke pasar Mardika, selasa (28/03/2023).

Dikatakan, setiap harinya biaya retribusi tersebut diberikan kepada sejumlah oknum berpakaian biasa, disertai ancaman jika tidak diberikan, maka pedagang dilarang berjualan.

“Mereka terdiri 4-5 orang, tagih tanpa ada karcis, bahkan mereka mengacam jika tidak membayar maka tidak boleh berjualan,”ucapnya.

Sebagai rakyat kecil yang sudah resah dengan persoala itu, Ita meminta agar kedepan dalam pengelolaan pasar mardika ditangani langsung oleh pemerintah, tidak lagi dilakukan oleh peihak ketiga.

“Kami minta agar kedepan pemerintah yang langsung mengelola pasar, tidak lagi pihak ketiga. Kalau tetap begitu, maka persoalan ini akan terus terjadi,”Pinta Ita disambut teriakan dari pedagang lainnya, yang mengaku setuju dengan usulan Ita.

Hal lainnya dikeluhkan, Ros pemilik lapak yang berada di dalam Terminal. Ia mengaku pernah di tagih biaya sewa lapak dari oknum mengatasnamakan APMA dan Paguyuban sebesar Rp9 juta, tanpa ada bukti yang jelas.

“Saya ditagih Rp9 juta untuk biaya lapak, tetapi saat minta pertanggung jawaban bukti tidak bisa dibuktikan, hanya mereka katakan kita siap pasang badan jika ada mau membongkar lapak. makanya kita tdiak mau untuk membayar, kalau cuma pasang badan. Bahkan mereka mengancam jika tidak masuk organisasi mereka tidak akan diberikan tempat,”tuturnya.

Untuk itu, Ros meminta dukungan DPRD Provinsi Maluku, untuk menyelesaiakan persoalan yang terjadi di pasar Mardika.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Saoda Tethol yang mendengar langsung jeritan hati para pedagang mengakui akan membantu menyelesaikan persoalan dimaksud.

Ia bahkan meminta kepada para pedagang, jika masih ada oknum-oknum yang menagih retribusi secara ilegal (Pungli), segera laporkan, baik ke DPRD maupun aparat keamanan.

“Segera laporkan langsung jika masih terjadi demikian. Tidak boleh ada penagihan apapun, kecuali Perwali untuk menagih sampah, selain dari itu tidak ada,”ucapnya.

Ditempat terpisah, Ketua Komisi III, Richard Rahakbauw, juga mengungkapkan akan memuntaskan persoalan di pasar mardika.

“Fakta memang terjadi Pungli yang dilakukan oleh poer orang, tidak memngatasnamakan pemerintah. Kita akan tuntaskan,”tegas Rahakbauw.

Pihaknya juga akan membentuk Panitia KHusus (Pansus) untuk menelusuri lebih jauh persoalan yang terjadi di pasar mardika. Mengingat selama ini terdapat perjanjian kerjasama antara Pemda Pemerintah Provinsi dengan Pemkot Ambon berkaitan bagi hasil, dimana 80 persen milik Pemkot, dan 20 persen milik pemprov.

“Memang dari sisi aturan keweangan pengeklolaan terhadap terminal tipe c dan pasar menjadi tanggungjawab pemkot dan kabupaten, cuma karena tanah itu merupakan milik pemprov maka harus dicari solusi terhadap permasalahan ini, sehingg ada kessepakatan dari pemerintah yang akan berujung pada peningkatan PAD untuk kepentingan rakyat, dan daerah Maluku,”cetusnya.

Berkaitan PT Bumi Perkasa Timur (BPT), Politisi Golkar itu mengaku akan menggelar rapat tersendiri bersama Pemerintah Provinsi Maluku, dalam hal ini sekretaris Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pendapatan, dan Biro Hukum berkaitan perjanjian kerjasama yang dibuat tanpa sepengetahuan DPRD secara kelembangaan.

“Di dalam tata tertib perjanjian kerjasama yaNG dilakukan pemerintah daerah dengan pihak ketiga harus mendapatkan persetujuan DPRD. Namun hal itu tidak pernah dilakukan, untuk itu kami minta agar dokumen perjanjian kerjasama itu diserahkan untuk kita bahas secara bersama-sama,”pungkasnya.

Pos terkait