Sikapi Konflik Antar Desa, Refra : Pemda Harus Punya Konsep Penyelesaian

Anggota Komisi I DPRD Maluku Mumin Refra

Ambon, MalukuPost.com -Konflik antar kampung (Desa) di Maluku hingga kini masih terus terjadi, bahkan sampai merenggut korban jiwa.

Pemicu konflik paling utama batas wilayah, seperti yang terjadi antara Sepa – Tamilouw, Kariuw – Pelauw, dan baru-baru ini antara Bombai – Elat, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara.

Bacaan Lainnya

Konflik yang terjadi bukan baru sekali, namun sudah berulang kali. Hal ini dikarenakan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat tidak mempunyai konsep penyelesaian.

Menyikapi hal tersebut, Anggota DPRD Maluku, Mumin Refra mendorong masing-masing Pemda, termasuk TNI – Polri bersama seluruh elemen masyarakat untuk duduk bersama membuat sebuah konsep penyelesaian, sehingga persoalan yang terjadi tidak terulang kembali.

“Kita berharap Pemda memiliki konsep yang terarah untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada. Jangan hanya diselesaikan begitu saja, karena pasti akan terulang kembali,”ujar Muin kepada wartawan di kantor DPRD Maluku, selasa (15/11/2022).

Dikatakan, perlu adanya konsep penyelesaian konflik, agar persoalan yang terjadi bisa diselesaikan sampai ke akar-akarnya. Kalau tidak, maka akan tetap menjadi bibit atau bom waktu yang bisa muncul kapan saja dengan skala yang lebih besar.

“Penyelesaian itu jangan hanya di permukaan tetapi penyelesaian harus sampai ke akar akarnya, sehingga menimbulkan kepuasan semua orang,”ucapnya.

Menurut Refra, konsep yang dibutuhkan dalam penyelesaian konflik, yaitu dengan pendekatan kultur sebagai landasan untuk menjahit kembali sekat-sekat yang ada berdasarkan realita kehidupan masing-masing.

“Dalam konteks adat, Di Maluku ini kan masyarakat adat seluruh, Maluku dikenal provinsi raja raja, kalau konteks raja maka kekuatan utama adalah adat kultur karena muncul secara alami dan ini merupakan pengangan kita semua, sehingga menjadi gejolak sosial yang diharapkan menjadi penyelesaian secara tuntas,”tuturnya.

Refra berharap, Pemda setempat dapat menyelesaikan persoalan yang ada secara baik, sehingga tidak menimbulkan kesan buruk untuk generasi baru yang akan datang.

“Anak cucu kita jangan di hipnotis dengan cara pandang seperti ini, agama jangan dijadikan alat ukur untuk memenangkan masing-masing orang, tetapi agama diambil kebenatanyya untuk kemudian meredam kepada siapapun yang melakukan hal hal menyimpang,”tegasnya.

Refra juga meminta Badan BPN sebagai representasi negara hendaknya melakukan identifikasi yang terukur, menyikapi persoalan tanah yang menjadi pemicu konflik.

“Lahan lahan kosong jika dibiarkan suatu potensi ekonomi maka disitualah awal pertarungan dimulai, saling mengklaim, sasi dan segala macam. Oleh karena komisi I yang membidangi setiap saat kami melakukan hearing bersama mitra kami tekankan hal hal semacam itu,”pungkasnya.

Pos terkait