Ambon, Malukupost.com – Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae mengakui sebagian besar alokasi dana dari APBD provinsi tahun 2018 sekitar Rp3.4 triliun hanya dipakai untuk gaji dan belanja pegawai.
“Masih banyak kendala yang kita hadapi tentunya karena anggaran kita juga sedikit, berbeda dengan Provinsi DKI Jakarta yang mencapai Rp77 triliun sampai ke tingkat Rukun Tetangga, berbeda dengan daerah Maluku yang cuma Rp3,4 triliun,” kata Edwin di Ambon, Kamis (19/7).
Lalu untuk belanja pembangunan termasuk modal dan jasa ini sudah sangat sulit.
Penjelasan Edwin disampaikan saat menerima kunjungan kerja anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta dipimpin ketua fraksi, Gembong Warsono.
“Pelaksanaan Pilgub 2018 kita keluarkan Rp350 miliar untuk membiayai pilgub dan itu memberatkan sekali,” katanya, Kemudian ada sejumlah pekerjaan tahun 2017 yang masih menjadi hutang pemerintah daerah dan DPRD memberikan perhatian penuh untuk diselesaikan, karena dampak ekonomi sangat terasa sekali dan bagaimana meningkatkan kesejahateraan masyarakat.
Edwin menjelaskan, ada empat komisi di DPRD Maluku yaitu komisi A yang berkaitan dengan pemerintahan, komisi B sumberdaya alam, komisi C soal infrastruktur dan keuangan, dan komisi D tangani masalah pendidikan serta kesehatan.
Pembagian kursi untuk PDI Perjuangan tujuh kursi, Golkar, Demokrat, dan PKS enam kursi, Gerindra lima kursi, Hanura empat kursi, dan yang lainnya bervariasi antara tiga hingga satu kursi.
“Waktu kunjungan kerja Presiden Joko Widodo dan mengundang DPRD Maluku secara khusus, kami minta daerah ini tolong diperhatikan karena tingginya biaya logistik,” tandas Edwin.
Ketua F-PDI Perjuanan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengatakan, kunjungan kerja mereka adalah bagaimana antara Jakarta dan Maluku bisa terbangun komunikasi dan silaturahim yang baik, dan mensinkronkan serta saling melengkapi apa yang menjadi tupoksi sebagai wakil rakyat.
Kebetulan Maluku adalah daerah kepulauan sehingga dilakukan sharing soal reklamasi dan pengembangan Pulau Seribu yang menjadi sensitif saat ini, dan terkhusus dalam konteks pengembangan pulau seribu ini bisa terkoneksi.
“Pulau Seribu itu mohon maaf dibilang sebagai anak tiri di Jakarta karena kita sudah dorong sebagai lokasi wisata, namun sampai sekarang belum berkembang dan harapan kita masukan dalam daerah otonom tersendiri,” jelas Gembong.
Karena sebelumnya Pulau Seribu masuk wilayah administrasi Jakarta Utara dan sekarang jadi Kabupaten Administratif sehingga porsi pengelolaan lebih besar.
Tetapi fakta dalam pengalokasian anggaran juga masih minim dan di sinilah DPRD akan coba kolaborasikan karena sama-sama daerah kepulauan dan bagaimana meningkatkan persoalan Pulau Seribu dengan kondisi di Maluku.
Wakil ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta, Merry Hotma mempertanyakan apakah DPRD Maluku telah menggodok raperda baru tentang pajak jalanan umum.
“Kalau Raperda ini di Batam ditolak DPRD bahkan terjadi perdebatan antara beberapa partai dengan pihak ketiga dan untuk Maluku sudah ada atau belum,” katanya.
Sebab di DKI Jakarta, wacananya juga menolak raperda dimaksud sebab pajak tersebut dibebankan kepada masyarakat secara merata, padahal PLN sudah menetapkan bahwa tidak ada kenaikan tarif dasar listrik hingga tahun 2019.
Jadi kalau pajaknya naik sama saja dengan terjadi kenaikan tarif dasar listrik, sehingga ini menjadi persoalan antara kebutuhan Pemda DKI yang membutuhan pajak jenis ini begitu naik dengan kebijakan PLN dan kebutuhan DPRD selaku wakil rakyat yang lebih setuju ditolak. (MP-2)