Ambon, MalukuPost.com – Saat ini Indonesia, bahkan Maluku masih dihadapkan berbagai permasalahan seperti kemiskinan, masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah gizi yang belum terselesaikan hingga kini adalah stunting.
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Maluku, masih terdapat 97.563 Balita beresiko stunting.
Secara presentase, penanganan stunting di Maluku masih berkisar 26,2 persen, atau masih jauh dibawah target nasional yaitu 23 persen.
“Angka beresiko stunting sebanyak 97.563 Balita. Persentase stunting juga dari 28 persen baru turun 26,2 persen, atau jauh dari target nasional 23 persen. Itu berarti tahun 2022 yang ditangani oleh Bunda Parenting Widya Pratiwi Murad gagal dalam aitan penurunan stunting di Maluku,”ungkap Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary kepada wartawan di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, kamis (15/06/2023).
Dikatakan, dalam upaya penanganan stunting, pemerintah daerah Maluku sudah sepatutnya efektifkan kembali Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang diketuai Wakil Gubernur.
Bahkan Gubernur selalu bapak orang Maluku, harus segera mengambil peran, berkoordinasi lintas sektoral termasuk Bupati/Walikota, termasuk memberikan peran kepada Desa dalam upaya penanganan stunting.
“Ini dikembalikan ke TPPS, peran wagub harus lebih efektif, sekda, Kepala Bappeda, karena ini multi sektor penanganan, dan paling penting di desa sebagai ujung tombak yang harus diberikan peran,” ucapnya.
Atapary mengakui, selama ini penanganan stunting belum dilakukan secara terstruktur, dan teroganisir secara baik. Terlihat masing-masing OPD masih berjalan sendiri
Diambil contoh, Dinas Pemberdayaan masyarakat dan desa, untuk program kaitan penurunan stunting hanya kurang lebih Rp175 juta, tetapi ada program kurang lebih Rp4 miliar diberikan kepada PKK berlebel untuk kegiatan penurunan stunting, namun sangat jauh dari apa yang diharapkan.
“Karena itu kita minta, karena ini sudah dianggarkan, untuk kegiatan Dinas Pemberdayaan masyarakat dan desa kaitan jambore PKK, kita minta sebaiknya difokuskan kepada istri-istri kepala desa, jadi istri-istri kepala desa nanti bisa dipetakan dikoordinasi BKKBN, kira kira desa di Maluku yang lokus stunting tunggu, beresiko tinggi, istri kades dia datang, sampai dia betul betul memahami stunting, lalu bagaimana. Kalau bisa mereka datang latih, pemerintah daerah juga harus memberikan gelar duta parentung, jdi hanya di tingkat provinsi yang tangannya tidak sampai ke lokus,”tutur Atapary
Jika semuanya dilakukan secara terorganisir, politisi PDI Perjuangan itu memastikan sampai akhir 2023, akan terjadi penurunan stunting, mengingat dalam penanganannya dilakukan sampai pada lokus-lokus stunting.