Ambon, MalukuPost.com – Persoalan aset antara Pemerintah Kota Tual dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) sampai saat ini masih menjadi problem, pasalnya masih ada tiga aset yang belum diserahkan dari pemerinah Kabupaten Malra kepada pemkot Tual, yakni pendopo Yarler, rumah dinas Wakil Bupati yang sementara ditempat Bupati M.Thaher Hanubun dan SKB.
Menyikapi hal tersebut, Komisi I DPRD Maluku kemudian menginisiasi pertemuan bersama Pemerintah Provinsi Maluku, dihadiri Sekretaris Daerah, sebagai tindaklanjut dari hasil pengawasan tahap II.
Anggota Komisi I, Benhur Watubun menjelaskan permasalahan aset telah berlangsung mulai dari masa kepemimpinan mantan Walikota Tual Alm Muhammad Mahmud Tamher, dan Andreas Rentanubun sebagai Bupati Malra. Proses ini kemudian berlanjut di masa pemerintahan Walikota, Adam Rahayaan, dan Bupati Malra, Muhammad Thaher Hanubun. Padahal dalam Undang-Undang 31 tahun 2007 tentang pembentukan Kota Tual aset-aset yang dimaksudkan dalam UU sudah harus diserahkan paling lama lima tahun.
Menurutnya, dalam masa pemerintahan tersebut, penyerahan aset dari Pemkab Malra ke Pemkot Tual telah dilakukan, hanya saja masih ada multi tasfir terhadap Undang-Undang (UU) pasal 13 ayat 7 menjelaskan, aset dan dokumen sebagaiamana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 meliputi sebagian barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten Malra yang berada dalam wilayah koa Tual.
“Pemkab Malra berpendapat, yang mereka serahkan itu untuk sementara kan belum ada rumah jabatan, itu bukan suatu wajib harus serahkan, karena dalam pasal 13 ayat 7 poin A mengatakan bahwa aset yang ada di kota Tual yang diserahkan itu sebagian. Kata sebagian itu kemudian menimbulkan multi tafsir, makanya sampai hari ini ada tiga aset yang belum diserahkan,”ujar Benhur kepada wartawan di kantor DPRD Maluku, rabu (23/06/2021).
Apalagi dalam UU dimaskud dalam pasal 13 ayat 8 mengatakan apabila penyerahan dan pemindahan aset serta dokuen sebagaimana dimaksud pada ayat 7 tidak dilaksanakan oleh Bupati Maluku Tengara, Gubernur selaku wakil pemerintah wajib melaksanakannya.
“Jadi sampai hari ini masalah sudah sampai di Depdagri, turun balik naik lagi, kemudian DPRD turun dengan harapan DPRD ini kita mencoba menjembatani dan sesegara mungkin bisa diselesaikan,”ucapnya.
Benhur menilai, dalam pelaksanaannya kedua daerah masih berpegang pada dasar hukum UU 31 tahun 2007, yang dianggap sebagai panglima untuk menyelesaikan proses ini. Namun dilain sisi, kedua daerah juga harus menerapkan norma dan etika, mestinya falsafah leluhur hukum Larvul Ngabal, kemudian pedoman hidup Ain Ni Ain menjadi landasan bagi pemda setempat untuk menyelesaikan masalah ini.
“Kedua daerah hanya beda wilayah administratif, tapi sama-sama orang kei, satu bahasa lagi, ada hubungan kekeluargaan, kekerabatan, semestinya dibicarakan secara baik dengan pendekatan kekeluargaan sebagai orang kei,”harapnya.
Dalam pelaksanaannya, wakil rakyat ini melihat Bupati Malra memiliki political will, dengan menyediakan lahan, tinggal menunggu dana sharing dari tanggungjawab provinsi seperti apa.
“Lahan sudah ada tinggal kita siasti ada di dalam APBD, itu tanggungjawab pemprov,”cetusnya.
Menindaklanjutinya, Sekretaris Daerah Maluku, Kasrul Selang mengakui sudah ada progres penyelesaian aset, dengan disiapkannya lahan oleh pemerintah kabupaten, hanya saja pemda Maluku saat ini sementara mencari bentuk-bentuk pembiayaan untuk pembangunan rumah dinas.
“Tadi komisi merekomendasikan itu untuk kita menganggarkan, sekarang kita tinggal melihat pintu masuk caranya bgaimana. itu internal kita, nanti dibahas,”pungkasnya.